Temui Raden Ayu Lasminingrat Yang Menjadi Google Doodle Hari Ini

Raden Ayu Lasminingrat akan menjadi Google Doodle hari ini (3 September 2023) Rabu. Dedikasinya sangat berarti bagi Indonesia, tetapi mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang kepribadiannya.

Dilansir dari pdscustom.com, Google Doodle merayakan ulang tahun ke-169 Rasmaningrad. Ia lahir pada hari ini pada tahun 1854 di Garut, Indonesia dari Raden Ayoria, salah satu pelopor sastra dan pemikir cetak Sudan, dan Raden Haji Mohammed Musa.

Lasminingrat tumbuh di lingkungan keluarga yang berpendidikan dan modern. Dia juga memiliki kecerdasan yang hebat.

Karena itu, Rasminingrad muda disekolahkan di sekolah Belanda di Sumedang. Selama di Sumedang, Lasminingrat diasuh oleh teman ayahnya yang berkebangsaan Belanda, Levison Norman.

Karena asuhan Normannya, Lasminingrat terdaftar sebagai satu-satunya wanita Aborigin pada saat itu yang fasih menulis dan berbicara bahasa Belanda.

Setelah fasih berbahasa Belanda dan menulis, Lazminegrat berupaya mempromosikan kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia. Pertarungan antara dunia tulis menulis dan Rasmining Rat pun dimulai.

Lasminingrat menggunakan keterampilan membaca dan menulisnya untuk mengadaptasi dongeng Eropa ke bahasa Sunda. Salah satunya adalah buku Carita Ermann yang diterjemahkan oleh Christoph von Schmid.

Apa yang dilakukannya kemudian menjadi buku pelajaran yang tidak hanya tersebar di Garuru tetapi juga di luar Jawa bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

Di bawah bimbingan ayahnya ia mulai mendidik anak-anak Indonesia pada tahun 1879. Lasminingrat membacakan buku-buku adaptasi dengan suara keras, dan mengajar pendidikan Moral dasar dan psikologi.

1907 oleh Rasmining Agung Mendirikan Sekola Keutamaan Istri Mengayarkhan Pemberdayan Perempuan, Membaka dan Dan Menuris. Sekolah berkembang menjadi 200 siswa dan 5 kelas, dan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.

Seiring berjalannya waktu, sekolah in terus berkembang dan pada tahun 1934 diperluas ke kota-kota lain seperti Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.

Meski begitu berat perjuangannya, tidak banyak orang yang mengetahui atau mengenal Lasminingrat. Bahkan namanya tidak pernah disebut baik dalam sejarah pergerakan kaum perempuan maupun dalam sejarah nasional Indonesia.

Namanya tenggelam dengan nama RA Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah. Kurang terkenal, bersama dengan karakter wanita lain yang muncul setelah tiga karakter sebelumnya.

Pada tahun 1875, saat Rasminingrad beroperasi, tokoh-tokoh perempuan yang diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Republik Indonesia, seperti RA Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah, belum juga lahir. Kartini lahir pada tahun 1879, Al-Yuniya pada tahun 1900 dan Dewi Sartika pada tahun 1884.

Namun, karyanya tidak hilang dalam bentuk tulisan-tulisannya yang masih banyak dibaca di sekolah umum dan sekolah dasar di Jawa Barat. Apalagi jejak Rasminingrad masih bisa dilihat di sekolah tempatnya berjuang, dan sekolah itu masih berdiri di sudut Garut.

“Kami berterima kasih kepada Rasminingrad yang telah mendedikasikan hidupnya untuk memberdayakan perempuan di Indonesia dan menjadi pionir dalam pendidikan perempuan,” kata Google.